-->
Home » , » Superimposition of Events: Gagasan Superimposisi Berdasarkan Bernard Tschumi’s Parc de la Villette

Superimposition of Events: Gagasan Superimposisi Berdasarkan Bernard Tschumi’s Parc de la Villette

Geometri Arsitektur merupakan sebuah pembelajaran yang membahas mengenai bentuk-bentuk geometris yang hadir dan terbentuk di dalam suatu ruang untuk dialami oleh manusia. Dalam pengertiannya, geometri dan arsitektur secara bersama-sama memberikan suatu makna terhadap kehadiran suatu bentuk entah itu berupa titik, garis, ataupun bidang di dalam suatu ruang tiga maupun empat dimensi untuk dialami oleh manusia. Lahirnya sebuah geometri di dalam arsitektur tidak lagi semata-mata hanya melihat dari hasil akhirnya saja melainkan dari bagaimana geometri itu terbentuk dan bagaimana proses penjabaran eksplorasi dalam menemukan geometri tersebut.

Mekanisme pembentukan geometri arsitektur yang saya eksplorasi merupakan salah satu hasil karya arsitektur Bernard Tschumi yang sangat terkenal di Paris pada tahun 1990, Parc de la Villette. Pada awalna, salah satu hal mendasar yang paling menarik perhatian saya adalah komposisi bentuk follies yang ada di lahan kosong seluas 125 hektar. Bentuk follies tersebut memiliki kesan unik dan khas tersendiri. Dia tidak memiliki kesan homogen antara yang satu dengan yang lainnya. Semua seolah tersebar di taman itu dengan bentuk yang berbeda-beda. Bagaimana cara Tschumi menghasilkan bentuk-bentuk itu? Bagaimana ia membuat bidang-bidang itu bertabrakan, bersinggungan, atau kemudian diteruskan hingga membentuk suatu yang kontinu di dalam lahan itu dan dapat dinikmati oleh berbagai event manusia dalam ruang dan waktu?

Gambar 1. Parc de la Villette, Paris

Parc de La Villette, Paris, berawal mula dari konsep taman yang ditawarkan oleh Tschumi. Berbeda dengan pandangan masyarakat saat itu bahwa taman adalah tempat di mana mereka dapat melupakan city (kesibukan mereka bekerja, contohnya), Tschumi berusaha menghadirkan konsep murni berupa Urban Park. Konsep yang berusaha dihadirkannya ini benar-benar tidak berasal dari lingkungan sekitar site yang berupa daerah industri tua di Paris. Sebagai langkah awal ia melihat beberapa preseden organisasi ruang taman-taman kota yang ada di Paris dari abad ke-18 hingga abad ke-20. Dari situlah kemudian ia menemukan layer- layer berupa point and grid system yang dapat diaplikasikan pada desainnya.


Secara mendasar proses Tschumi dalam menghasilkan bentuk folie yang abstrak ini adalah dengan menggunakan teknik superimposition di mana ia menggabungkan beberapa layer-layer yang berbeda satu sama lainnya ke dalam satu bidang datar. Prosesnya adalah dengan menyatukan tiga layer dasar pembentukan geometri yaitu titik, garis, dan bidang sehingga pada hasil akhirnya yang terjadi adalah tabrakan atau konflik antar sistem satu dengan sistem lainnya. Tiap-tiap layer memiliki makna dan tujuan tersendiri di dalam proses melahirkan suatu event dalam ruang. Bila kita lihat, layer-layer ini pada awalnya merupakan layer-layer yang mengandung order atau keteraturan di dalamnya. Ada keteraturan orientasi dan arah dalam membagi grid, penitikan kubus yang disebar dengan jarak dan ritme yang memiliki pola yang sama, dan bentuk bidang-bidang geometri yang mendasar. Namun pada hasil akhirnya, ketika proses superimpose itu telah dilakukan, kita tidak lagi melihat order dari layer-layer sebelumnya. Telihat dari proses pemikiran Bernard Tschumi ketika mendesain proyek Parc de La Villette ini adanya transformasi atau perubahan dari sesuatu yang memiliki kemurnian, kesempurnaan dan order dalam bentuk (proporsi yang ideal menurut Vitruvius) menjadi sesuatu lain yang kacau, tidak lagi terlihat sempurna di mata manusia yang melihatnya. Tschumi berusaha melahirkan bentuk yang tidak lagi pure dan dapat dimengerti dengan mudah oleh manusia dari bentuk dan tatanan order bentuk-bentuk geometris yang murni.

“Ideals of purity, perfection, and order become sources of impurity, imperfection, and disorder” (Johnson & Wigley, 1988). Seolah-olah semua garis terganggu kestabilannya, bentuk-bentuk yang dihadirkan tidak lagi dapat dengan mudah dan cepat dimengerti. Bernard Tschumi berusaha menjadikan bentuk-bentuk geometri dasar yang ideal sebagai sumber bentuk-bentuk yang tidak seimbang dan berbeda. “It gains its force by turning each distortion of an ideal form into a new ideal” (Johnson & Wigley, 1988). Bagaimana proses lahirnya bentuk geometri yang awalnya penuh keteraturan klasikal menjadi bentuk geometri yang abstrak dan tidak teratur?

parcvillette2
Gambar 2. Mekanisme pembentukan geometri Parc de la Villette


Prinsip mendesain paling mendasar yang dilakukan oleh Tschumi adalah dengan teknik superimpose tiga sistem layer: point, lines, dan surface. Dari hasil superimpose ini kemudian timbul suatu distorsi antar layer atau sistem. Distorsi tidak hanya karena hasil superimpose layer-layer tetapi juga dari konflik yang muncul antar sistem satu dengan sistem lainnya. Distorsi juga dimunculkan oleh Tschumi dari konflik antar elemen yang ada di dalam satu sistem dengan memberikan forces berupa twist atau dipatahkan (seperti yang dilakukannya terhadap North-South Axis Galery). Dalam proses distorsi, tiap-tiap folie dalam satu sistem titik terjadi proses pembongkaran (decomposition atau extraction) yang kemudian di rekombinasi lagi dengan permutasi tiap-tiap elemen penyusun hasil ekstraksi. Setelah proses rekombinasi, kemudian bentuk tersebut diberikan force berupa deformation untuk penyesuaian bentuk dengan program aktivitas atau event yang ingin dihadirkan. Berikutnya sebelum beranjak ke tahap eksplorasi bentuk saya akan membahas secara detail tiap-tiap langkah yang dilakukan oleh Tschumi dalam menghasilkan bentuk geometri Parc de La Villette.



Points, Lines, Surfaces

Pertama adalah pembentukan geometri dari tiga sistem yang berbeda dan mendasari geometri Euclidean yang kita kenal; points, lines, dan surface.

Pada layer point, Tschumi menggunakan sistem koordinat point-grid dengan interval 120 meter. Setiap interval 120 meter, garis vertikal dan horizontal bertemu dan membentuk titik yang disebut folie. Sistem koordinat grid ini untuk membentuk image atau shape yang berbeda di antara bentuk-bentuk bangunan lain di sekitar yang rapat. Selain itu juga, dengan sistem koordinat grid ini akan memudahkan orientasi pengguna publik yang belum familiar dengan taman tersebut. Untuk bentuk tiap folie secara mendasar adalah berupa kubus berukuran 10 x 10 x 10 m3 atau disebut juga neutral space karena pada tahap awal ini Tschumi belum memasukkan event atau program ruang ke dalamnya. Neutral space ini memiliki sifat yang masih kosong dan akan dapat dirubah dan dicocokkan kembali dengan kebutuhan program aktivitas yang lebih spesifik. Bila dilihat secara keseluruhan dari bentuk folie-folie ini, saya melihat adanya repetisi bentuk folie yang masih serupa. Repetisi ini memberikan identitas yang dapat dengan mudah dikenali di tengah-tengah garis axis kota paris yang tidak ortogonal. Identitas folie ini sangat kuat seperti layaknya booth telepon yang ada di Inggris atau seperti bentuk Paris Metro Gates. Repetisi dan interval pada layer points yang mengandung ritme-ritme ini secara tidak langsung mengingatkan saya dengan metode Durand. Sangat proporsional dan penuh keseimbangan.


Gambar 3. Site plan Parc de la Villlette

Kemudian pada layer garis, Tschumi berusaha melihat koordinat – koordinat utama yang ada di sekitar lahan 125 hektar. Koordinat utama yang dapat dengan mudah terlihat adalah koordinat utara - selatan dan koordinat timur - barat dimana axis ini merupakan jalur pedestrian yang sangat tinggi tingkat pergerakan dan sirkulasinya. Koordinat utara dan selatan menghubungkan dua Paris Gates dan Subway Stations Porte de La Villette dan Porte de La Panin. Sedangkan koordinat timur – barat menghubungkan taman dengan western suburbs. Di dalam koordinat axis besar ini, Tschumi membuat layer garis dengan melihat kondisi movement dari pedestrian user di koordinat utama itu. Architecture as event, dimana arsitektur terlahir dari movement, use, dan space. Garis-garis abstrak ini akan menunjukkan jalur-jalur mana yang lebih sering dilalui oleh pengguna jalan. Nantinya ketika dilakukan proses superimpose, antara sistem garis dan titik ini akan saling menentukan folies mana saja yang lebih sering dilewati oleh public. Folie yang awalnya masih berupa neutral space kemudian akan diisi oleh program ruang yang cenderung dapat menarik orang banyak seperti misalnya City of Music, café and restaurant, children’s playground, dan music performance. Sehingga pada produk akhirnya, folies yang ada di taman ini akan berfungsi sebagai building-generator untuk events yang akan hadir di taman ini.

parcvillette4a parcvillette4b1
Gambar 4. Lines system and building as event generator

Pada layer surfaces, Tschumi melihat zona-zona pembagian ruang yang mungkin hadir di site. Dan kemudian mewujudkannya dalam sebuah bentuk permukaan bidang yang cukup luas untuk menampung berbagai aktvitas di taman tersebut. Semua aktivitas yang membutuhkan pertambahan area secara horizontal, seperti ruang untuk bermain, olahraga, exercise, mass entertainment, markets, dan lain-lain, dalam arti tidak lagi di dalam satu follie, dituangkannya di dalam layer surface ini dengan bentuk-bentuk geometri yang mendasar.

Superimpose Process

Pada tahap selanjutnya, yaitu tahap superimpose, yang dilakukan oleh Tschumi adalah menggabungkan atau merge ketiga layer sistem yang masing-masing independen atau bediri sendiri (autonomous). Yang terjadi pada mekanisme superimpose ini adalah munculnya beberapa distorsi dan konflik antar sistem. “Ideals of purity, perfection, and order become sources of impurity, imperfection, and disorder.” Layer-layer yang pada awalnya murni sebagai bentuk geometri yang mendasar mengalami konflik dan berubah menjadi bentuk yang berbeda sama sekali namun tetap memiliki jejak bentuk sebelumnya.


parcvillette5
Gambar 5. Superimpositions: Points, lines, surfaces

Distortion Process

Distorsi yang muncul tersebut kemudian disikapi lebih jauh oleh Tschumi dengan memberikan forces yang pada akhirnya membuat semacam deviasi bentuk dari geometri ideal yang kita kenal sebelumnya menjadi suatu bentuk ideal form baru yang terlahir dari bentuk ideal dasar. Distorsi yang dilakukan tidak lagi menunjukkan kestabilan bentuk karena langkah berikutnya yang dilakukan Tschumi dalam proses distorsi ini adalah mengekstraksi tiap-tiap folie yang telah mengalami konflik dengan sistem lain. Dia mencoba membongkar elemen-elemen dasar yang membentuk folie tersebut. Berikut ini penjelasan proses dekomposisi – permutasi – deformasi yang dia lakukan terhadap folies:

Decompose/Extraction

Dari hasil konflik antar sistem yang diperoleh dari hasil superimpose sebelumnya, kemudian folies ini dilakukan dekomposisi atau proses disintegrasi, pemecahan elemen – elemen dasar yang membentuk suatu objek. Istilah lainnya adalah proses ekstrasi. Seperti pada gambar di samping,l kubus folie berukuran 10 x 10 x 10 m3 tersebut seolah-olah diledakkan sehingga rangka – rangka penyusunnya terlihat. Begitupun garis, bidang, dan rangka yang memotong folie saat proses superimpose. Dari proses dekomposisi ini kemudian diperoleh elemen-elemen dasar apa yang menyusun folies tersebut. Tiap folie yang ada di taman tersebut memiliki hasil ekstrasi yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Sehingga tidak heran bila folie yang awalnya hanya berbentuk kubus dengan 6 sisi berubah menjadi suatu bentuk yang lain.

parcvillette6 parcvillette7
Gambar 6. Folies: Decomposition of cube; Recombination of cube

Various Recombination/Permutation

Elemen-elemen dasar hasil ekstrasi yang telah diperoleh oleh Tschumi kemudian direkombinasikan kembali satu dengan lainnya sehingga membentuk beberapa alternative untuk memperoleh bentuk. “Each of the cubes is decomposed into a number of formal elements which are then variously recombined. The result is that each point of the grid is marked by a different permutation of the same object.” Proses rekombinasi elemen – elemen pembentuk cube dilakukan dengan menggunakan permutasi. Sebagai contoh proses permutasi, bentuk A, bentuk B, dan bentuk C dapat dipermutasikan menjadi bentuk ABC, bentuk ACB, bentuk BAC, bentuk BCA, bentuk CAB, dan bentuk CBA. Hasil permutasi ini kemudian akan menghasilkan folies yang berbeda satu dengan yang lainnya. Susunan permutasi inipun tidak secara simple disusun kembali menjadi bentuk yang stabil melainkan tiap-tiap elemen dipasangkan dengan elemen lain dengan penyusunan yang tidak seimbang. “The cube has been distorted by elements that were extracted from it”.

Deformation

Hasil permutasi elemen-elemen tersebut kemudian dideformasikan atau merubah bentuknya kembali untuk menyesuaikan dengan kebutuhan mengakomodasi fungsi-fungsi kegiatan yang berbeda-beda sepert restoran, arcade, dan lainnya. Di bawah ini adalah gambar folies yang telah dideformasi.

parcvillette8 parcvillette9
Gambar 7 Permutation of cube; Deformation of cube

Superimposition of Events
Dari hasil analisa bagaimana sang arsitek, Bernard Tschumi, dalam menghasilkan suatu bentuk geometris kemudian saya mengambil kesimpulan mendasar terhadap teknik yang digunakan oleh Tschumi. Teknik mendasar yang digunakan adalah teknik superimposition sedangkan langkah-langkah berikutnya merupakan tindakan lanjutan setelah proses superimpose. Sebelum menentukan benda apa yang akan saya buat pada project kali ini, terdapat beberapa hal yang saya lihat sebagai elemen utama dari metode pembentukan geometri Parc de La Villette ini. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Tschumi berusaha menampilkan sesuatu yang tidak teratur dari suatu bentuk dasar geometri yang penuh keseimbangan dan proporsional. “Ideals of purity, perfection, and order become sources of impurity, imperfection, and disorder.” Data ini menunjukkan adanya suatu transformasi dari kondisi A ke kondisi B yang bertolak belakang.
  2. Teknik superimpose tiga layer yang dilakukan Tschumi untuk meraih bentuk akan saya coba tampilkan sebagai berikut: Points terkait dengan interval, repetisi bentuk, ritme, image, identity; Lines terkait dengan main axis, movement, space, use, circulation, connection; Surfaces terkait dengan area dimana aktivitas berlangsung, peluang event berlangsung.

Dalam langkah berikutnya saya menamakan project ini sebagai The Superimposition of Events dimana saya akan memanfaatkan event-event yang terjadi sebagai subjek pemberi forces terhadap proses superimpose dan proses deformasi bentuk murni menjadi bentuk lain yang tak seimbang. Berbeda dari cara Tschumi yang memberikan forces dari dirinya sendiri sebagai subjek, saya akan melihat bagaimana bila event itu sendiri yang memberikan gayanya terhadap suatu bentuk dalam susunan tiga layer dan bukanlah sang perancang. Mengapa tidak, apabila Tschumi sendiri melihat arsitektur sebagai sesuatu yang terlahir dari event-event yang hadir? Apa yang akan terjadi bila event-event itu sendiri secara kontak langsung melakukan transformasi bentuk-bentuk pure menjadi bentuk impure? Superimpose bentuk-bentuk arsitektur akan dihasilkan oleh event ataupun pergerakan manusia secara langsung. Jadi manusia akan secara langsung sebagai subjek pemberi action melakukan kontak dengan bentuk-bentuk murni. Deformasi dan transformasi yang terjadi dalam kasus Tschumi tidak lagi dilakukan oleh sang perancang itu sendiri tetapi oleh si pengguna ruang yang ada.


Langkah-langkah yang saya lakukan adalah menyiapkan satu buah modul triplek berukuran 103,5 x 103,5 cm2 yang cukup besar sebagai alas injak yang dapat diletakkan di area yang banyak dilalui manusia sebagai jalur sirkulasi dari tempat ke tempat (perempatan misalnya). Langkah berikutnya adalah mengaplikasikan metode 3 layer titik, garis, dan bidang pada modul tersebut dengan titik sebagai neutral space berkomposisi grid yang menunjukkan adanya interval dan ritme dari titik-titik tersebut. Layer titik berupa kubus-kubus plastisin yang disusun dengan sistem grid berinterval 12,5 cm. Bentuk kubus dipilih agar mempertahankan seirama dengan perempatan yang dilalui. Bentuk kubus dapat mewakili dan menguatkan identitas dan orientasi tersendiri di perempatan. Manusia yang melaluinya dapat bersikap familiar ketika melewatinya. Layer garis akan menunjukkan jalur-jalur sirkulasi yang memungkinkan terjadi pergerakan menusia di dalamnya (sama seperti yang dilakukan Tschumi ketika melihat adanya dua garis axis utama yang di dalamnya terdapat benyak pergerakan). Untuk movement layer garis ini berupa garis-garis maya yang menggambarkan arah alur dan gerak movement manusia di perempatan. Layer surface merupakan area yang mungkin digunakan untuk berkegiatan yaitu area di antara kubus-kubus plastisin sebelumnya. Disini layer surface adalah hasil invert dari pola jejak-jejak kaki orang berjalan. Invert dari jejak-jejak ini kemudian menjadi bidang-bidang kosong tak terinjak yang membentuk pola movement berjalan di perempatan. Setelah modul ini selesai, saya meletakkannya di area ramai yang memungkinkan modul ini sering dilalui dan bahkan diinjak ketika mereka bergerak. Yang ingin saya hadirkan adalah bagaimana pembentukan geometri yang terjadi pada si kubus-kubus plastisin ini apabila mereka diremukkan sendiri oleh manusia yang sedang mengalami event bergerak, berlalu lalang, berpindah. Akan ada jejak-jejak pergerakan dari hasil superimpose antara layer titik, garis, dan surface. Efek deformasi yang timbul pun akan hadir tanpa perlu campur tangan sang perancang. Deformasi bentuk yang terjadi hadir dari hasil event yang terjadi pada suatu rentang waktu tertentu. Superimpositions of Events, events secara langsung berperan dalam menciptakan suatu bentuk arsitektural.


parcvillette10
event1 event2 event3
Gambar 8. Superimposition of Events

Di dalam geometri arsitektur, peran geometri dan arsitektur tidak akan pernah dapat terlepas satu sama lainnya. Setiap geometri yang terbentuk dan hadir pasti memiliki arti dalam kehidupan manusia berkegiatan dalam ruang. Begitupun arsitektur yang dapat terkonkritkan wujudnya dari bentuk-bentuk geometri yang ada. Geometri dan arsitektur, masing-masing memiliki peranan dan kontribusi langsung di dalam membentuk suatu ruang berkegiatan manusia. Seperti pada eksplorasi project yang telah saya lakukan, Superimpositions of Events, dapat kita lihat terdapat kesinambungan antara subjek pelaku action dengan objek penerima action. Forces yang diberikan kepada form murni tidak lagi dilakukan berdasar kemauan sang perancang melainkan kepada manusia pengguna ruang pada satu tempat di dalam rentang waktu tertentu.

2 comment:

Back To Top